TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 145 organisasi penyandang disabilitas mengajukan judicial review atas Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas. Mereka menganggap peraturan yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Ratusan organisasi difabel yang tergabung dalam Pokja Penerapan Undang-undang Penyandang Disabilitas tersebut mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung. "Ada tujuh pasal dalam peraturan presiden itu yang kami uji materi," kata Happy Sebayang, pengacara Pokja Penerapan Undang-undang Penyandang Disabilitas dalam konferensi pers virtual, Rabu 5 Agustus 2020.
Tujuh pasal dalam peraturan presiden tersebut, menurut dia, mengatur tentang mandat pembentukkan komisi yang berada di bawah Kementerian Sosial, penyelenggaraan seleksi anggota Komisi Nasional Disabilitas, pencantuman pertanggungjawaban komisioner kepada menteri sosial. Ada pula pasal yang mencantumkan frasa penyebab kekosongan hukum, sehingga peraturan tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Fajri Nursyamsi yang juga kuasa hukum organisasi difabel menyebutkan salah satu pasal yang dipersoalkan, yakni pasal 30 Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas. Pasal itu mengatur tentang penunjukkan komisioner oleh presiden. "Frasa 'menunjuk' ini tidak dapat dilaksanakan karena dalam undang-undang, komisioner sebuah lembaga pemerintah non-kementerian harus diangkat dan dilantik," ujar Fajri.
Selain uji materi terhadap Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas, pokja ini juga melakukan uji formil terhadap pasal yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pokja tersebut telah mengajukan judicial review pada Senin, 3 Agustus 2020.
Uji materi ini berangkat dari petisi para difabel yang disampaikan kepada presiden dua bulan lalu. Dalam petisi tersebut, para penyandang disabilitas memprotes pembentukan Komisi Nasional Disabilitas yang diserahkan kepada Kementerian Sosial.
Setelah judicial review ini diterima Mahkamah Agung, pemerintah harus memberikan jawaban tertulis. Setelah itu, hakim Mahkamah Agung menguji pasal-pasal tersebut. "Mungkin prosesnya bisa menghabiskan waktu tiga sampai enam bulan," ujar Happy Sebayang.
Perihal uji materi Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas ke Mahkamah Agung, Tenaga Ahli Madya Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Munarman Sukamto mengatakan belum menerima dokumen permohonan judicial review tersebut. "Sampai hari ini saya belum menerima salinan naskahnya," kata Munarman Sukamto pada Rabu, 5 Agustus 2020.
Direktur Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Eva Rahmi Kasim menjelaskan, Kementerian Sosial hanya melakukan fungsi administratif dan kesekretariatan terkait pembentukan Komisi Nasional Disabilitas. "Kementerian Sosial tidak ikut campur dalam pembuatan aturan main di dalam komisi, termasuk soal program kerja," kata Eva Rahmi Kasim.
Eva Rahmi Kasim melanjutkan, Kementerian Sosial bertugas menyediakan berbagai keperluan dalam pembentukan Komisi Nasional Disabilitas. Dia mencontohkan, bila anggota Komisi Nasional Disabilitas membutuhkan pendampingan saat bertugas, maka Kementerian Sosial yang berperan menyediakan bantuan tersebut.